Eyang Suro

Eyang Suro
Muhamad Masdan lahir pada 1869 di daerah Gresik (Jawa Timur). Kelak kemudian putra tertua Ki Ngabehi Soeromihardjo ini dikenal dengan dengan nama Ki Ageng Hadji Ngabehi Soerodiwirdjo (Eyang Suro).

Minggu, 09 Oktober 2011

Sejarah Singkat SH Terate,SH Organisasi Dan SH Tunas Muda

Sejarah Persaudaraan setia hati Terate
Salah satu murud Ki Ngabehi Surodiwirjo yang militan dan cukup tangguh, yaitu Ki Hadjar Hardjo Oetomo mempunyai pendapat perlunya suatu organisasi untuk mengatur dan menertibkan personil maupun materi pelajaran Setia Hati, untuk itu beliau meohon doa restu kepada Ki Ngabehi Surodiwirjo. Ki Ngabehi Surodiwirjo memberi doa restu atas maksud tersebut., karena menurut pendapat beliau hal – hal seperti itu adalah tugas dan kewajiban anak muridnya, sedangkan tugas beliau hanyalah “menurunkan ilmu SH”. Selain itu Ki Ngabehi Surodiwirjo berpesan kepada Ki Hadjar Hardjo Oetomo agar jangan memakai nama SH dahulu.
Setelah mendapat ijin dari Ki Ngabehi Surodiwirjo, Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada tahun 1922 mengembangkan ilmu SH dengan nama Pencak Silat Club (P. S. C).
Karena Ki hadjar Hardjo Oetomo adalah orang SH, dan ilmu yang diajarkan adalah ilmu SH, maka lama – kelamaan beliau merasa kurang sreg mengembangkan ilmu SH dengan memakai nama lain, bukan nama SH. Kembali beliau menghadap Ki Ngabehi Surodiwirjo menyampaikan uneg – unegnya tersebut dan sekalian mohon untuk diperkenankan memakai nama SH dalam perguruannya. Oleh Ki Ngabehi Surodiwirjo maksud beliau direstui, dengan pesan jangan memakai nama SH saja, agar ada bedanya. Maka Pencak Silat Club oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo diganti dengan nama “SETIA HATI MUDA” (S. H. M).

Peranan Ki Hadjar Hardjo Oetomo Sebagai Perintis Kemerdekaan
Ki Hadjar Hardjo Oetomo mengembangkan ilmu SH di beberapa perguruan yang ada pada waktu antara lain perguruan Taman Siswo, Perguruan Boedi Oetomo dan lain – lain. Dalam mengajarkan ilmu SH beliau diantaranya adalah menamakan suatu sikap hidup, ialah “kita tidak mau menindas orang lain dan tidak mau ditindas oleh orang lain”. Walaupun pada waktu itu setiap mengadakan latihan tidak bisa berjalan lancar, karena apabila ada patroli Belanda lewat mereka segera bersembunyi; tetapi dengan dasar sikap hidup tersebut murid – murid beliau akhirnya menjadi pendekar – pendekar bangsa yang gagah berani dan menentang penjajah kolonialisme Belanda. Dibandingkan keadaan latihan masa lalu yang berbeda dengan keadaan latihan saat ini, seharusnya murid – murid SH lebih baik mutu dan segalanya dari pada murid – murid SH yang lalu. Melihat sepak terjang murid – murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang dipandang cukup membahayakan, maka Belanda segera menangkap Ki Hadjar Hardjo Oetomo bersama beberapa orang muridnya, dan selanjutnya dibuang ke Digul. Pembuangan Ki Hadjar Hadjo Oetomo ke Digul berlangsung sampai dua kali, karena tidak jera – jeranya beliau mengobarkan semangat perlawanan menentang penjajah.
Selain membuang Ki Hadjar hardjo Oetomo ke Digul, Pemerintah Hindia Belanda yang terkenal dengan caranya yang licik telah berusaha memolitisir SH Muda dengan menjuluki SHM bukan SH Muda, melainkan SH Merah; Merah disini maksudnya adalah Komunis. Dengan demikian pemerintah Belanda berusaha menyudutkan SH dengan harapan SH ditakuti dan dibenci oleh masyarakat dan bangsa Indonesia. Menanggapi sikap penjajah Belanda yang memolitisir nama SH Muda dengan nama SH Merah, maka Ki Hadjar Hardjo Oetomo segera merubah nama SH Muda menjadi “Persaudaan Setia Hati Terate” hingga sampai sekarang ini

Sejarah Persaudaraan Setia Hati Organisasi
Sebagai organisasi berdiri pada tanggal 22 Mei 1932 di Semarang, Jawa Tengah, dengan nama Setia Hati yang merupakan perwujudan ikrar bersama sejumlah khadang SH dari Semarang, Magelang, Solo, Yogyakarta dan lain-lain, atas prakarsa saudara tua SH Munandar Harjowiyoto dari Ngambe, Ngawi, Jawa Timur. Karena terdiri dari sejumlah kadhang SH, maka disebut dengan nama Setia Hati Organisasi (SHO), yaitu orang-orang SH yang berorganisasi. Hadir pada waktu itu 50 saudara SH dan utusan-utusan, antara lain Suwignyo, Sukandar, Sumitro, Kasah, Karsiman, Suripno, Sutardi, Hartadi, Sayuti Melok (R Sudarso Wirokusumo, 1979 : Stensilan). Karena Ki Ngabei Surodiwiryo tidak dapat hadir dalam undangan tersebut, maka dipilihlah Munandar Harjowiyoto sebagai ketua Mental Spiritual ke-SH-an, tetapi jalan sejarah menjadi lain, ia terpaksa meninggalkan Semarang (kedudukan Pengurus Besar SHO di tahun 1933) untuk merawat ibunya yang sudah tua dan baru ditinggal wafat suami.
Persaudaraan Setia Hati (SHO) didirikan pada waktu benih kebangsaan (nasionalisme Indonesia) mulai tersebar luas dan diresapi oleh rakyat Indonesia, meskipun tidak disenangi oleh kolonialis Belanda. Kegiatan partai-partai yang mencita-citakan kemerdekaan sangat dibatasi bahkan dilarang. Tokoh-tokoh pergerakan yang dianggap membahayakan kekuasaan Belanda di Indonesia, banyak yang di tangkap dan dipenjarakan (dibuang) ke Digul, Irian Barat. Akan tetapi, kaum nasionalis Indonesia tetap berjuang dan bergerak terus-menerus dengan berbagai cara, illegal maupun legal untuk mempersiapkan rakat memasuki fase perjuangan kemerdekaan dengan segala konsekwensinya.
Jikalau parta-partai politik yang terang-terangan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dilarang, maka dicarilah bentuk-bentuk organisasi yang lebih lunak yang tidak dilarang oleh pemerintah kolonialis Belanda, yang tetap dapat memelihara dan makin menyalakan api kemerdekaan yang terdapat di hati rakyat, meskipun secara terselubung. SHO merupakan salah satu bentuk organisasi perjuangan tersebut, suatu organisasi olah raga dan persaudaraan yang masih tidak dilarang, dengan mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang tidak berbau politik.
Sebenarnya para pendiri SHO waktu itu, dari hati sanubari mereka bergolak cita-cita politik dan menginginkan kemerdekaan tanah air dan bangsanya. Panca Dharma dan kalimat-kalimat serta rumusan-rumusan yang tercantum dalam Anggaran Dasar SHO dengan rapi dan lihai membungkus cita-cita kemerdekaan nasional bangsa Indonesia, sekaligus merintis character dan nation building secara samar (di mata pemerintah kolonial Belanda), akan tetapi jelas dan tegas dihati kaum nasionalis Indonesia.
Karena perjuangan tidak dapat diketahui atau diramalkan kapan akan selesai, maka dituntut keberanian berkorban, keberanian menderita dan kalau perlu juga keberanian bertempur mati-matian, maka warga SHO digembleng lahir bathinnya dan diperlengkapi dengan senjata pencak SH yang tangguh. Bahwa dalam setiap perjuangan diperlukan persatuan yang kokoh dan kuat, maka SHO berusaha untuk dapat menjadi wadah dan esuh persaudaraan di antara para anggotanya, sehingga jiwa persatuan dan rasa bersaudara terjelma akrab. Kiranya tidak tanpa maksud, jikalau para anggota SHO saling memperlakukan diri mereka sebagai broeders dan mungkin juga sebagai wapen broeders yang terikan erat oleh sumpah mereka masing-masing pada waktu memasuki Persaudaraan Setia Hati, apabila pihak Belanda dapat mencium maksud dan tujuan organisasi-organisasi perjuangan terselubung, semacam SHO waktu itu, maka pastilah SHO tidak akan panjang umurnya. Oleh karena itu, maka untuk masuk dalam Persaudaraan Setia Hati diperlakukan semacam penyaringan yang ketat melalui sistem kandidat yang berat dan lama, sebelum orang tersebut dapat diterima menjadi saudara. Rasa anti penjajahan walaupun tidak diindoktrinasikan, menjiwai para warga SHO. Perjuangan politik secara gerilya yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda menjadi pengetahuan umum dan disadari akan bahayanya dikalangan SHO, maka kerahasiaan cita-cita SHO yang sebenarnya harus dijaga dengan penuh kewaspadaan dan kesetiaan. Gerak langkah, perilaku dan budi pekerti tiap warga SHO dapat menjadi jaminan bahwa SHO akan berhasil ikut mengantarkan bangsanya memasuki fase perjuangan kemerdekaan yang dicita-citakan oleh patriot Indonesia

Sejarah Setia Hati Tunas Muda
Sejak tahun 1964, “ S-H “ mengalami kemunduran, tidak begitu aktif, hal ini disebabkan tidak lain karena keadaan juga, sebagian besar Saudara – saudara “ S-H “ sudah banyak yang lanjut usia ( tua ), ditambah dengan makin berkurangnya penerimaan Saudara baru. Banyak saudara “ S-H “ yang sudah sepuh satu per satu meninggal dunia, sedangkan yang masuk menjadi saudara “ S-H “, dapat dikatakan hampir tidak ada. Kalau keadaan yang demikian dibiarkan terus – menerus maka “ S-H “ lambat laun akan mengalami kepunahan.

Untuk menghindari hal tersebut serta untuk melestarikan ajaran yang edi – peni dan adi – luhung, maka pada tanggal 15 Oktober 1965, Bapak Raden Djimat Hendro Suwarno merasa terpanggil untuk bergerak ( mengaktifieer ) kegiatan – kegiatan “S-H “dengan menambahkan kata Tunas Muda (dimaksudkan Tunas Muda adalah sebagai pembaharuan dalam tubuh "S-H" yang sejak tahun 1964 mengalami kemunduran) sehingga menjadi Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda di desa Winongo Madiun, Jawa Timur. Dengan serentak gerakan ini mendapat perhatian yang besar dari para pemuda dan dukungan yang kuat dari masyarakat, yang akhirnya berdaya guna untuk membantu HANKAM, serta ikut Memayu Hayuning Bawono ( memelihara dan membangun keselamatn Negara / Dunia ), membantu Negara / Pemerintah dalam bidang ketertiban dan keamanan.

Dengan meningkatkan latihan jasmani ( pencak-silat ) dan latiahn rohani (iman dan taqwa kepada Tuhan), maka dapat diharapkan para pemuda kita sebagai generasi penerus akan menjadi kader bangsa yang militant yang sangat berguna bagi kepentingan Negara dan bangsa.

3 komentar:

  1. ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB
    SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEMUA
    SALAM SETIA HATI
    TERIMA KASIH SEBELUMNYA ATAS BLOG YANG BAPAK BUAT, SAYA HANYA INGIN BERTANYA, UNTUK CABANG ATAU RANTING PERSAUDARAAN SETIA HATI WILAYAH WONOSOBO ALAMATNYA DI MANA YA PAK,
    TOLONG BERI TAU SAYA KALAU BAPAK MEMILIKI ALAMATNYA.
    TERIMA KASIH
    WASSALAM DARI SAYA YAHNO ANDIKA. H.W

    BalasHapus
  2. OH YA PAK ADA TAMBAHAN, MAKSUD SAYA PERSAUDARAAN SETIA HATI YANG SHO

    BalasHapus