Eyang Suro

Eyang Suro
Muhamad Masdan lahir pada 1869 di daerah Gresik (Jawa Timur). Kelak kemudian putra tertua Ki Ngabehi Soeromihardjo ini dikenal dengan dengan nama Ki Ageng Hadji Ngabehi Soerodiwirdjo (Eyang Suro).

Senin, 12 Desember 2011

SURAN AGUNG 2011 Aman, Meski Nyaris Bentrok dengan Aparat

Alhamdulillah, perhelatan akbar Suran Agung Setia Hati Tunas Muda Winongo yang dilaksanakan pada Minggu (11/12) berjalan aman. Tak urung, Wakapolda Jatim Brigjen Pol. Eddi Sumantri, pun turun langsung mengamankan prosesi tahunan yang lekat dengan kerusuhan ini. Karena itu wajar jika pelantikan 3.000 anggota baru yang disaksikan 24 ribu pendekar pun berlangsung akrab. Koresponden Surabaya Post Rony Kurniawan melaporkan suasana Suran Agung, langsung dari Madiun.
DESA Winongo, Kecamatan Kota Madiun, hari Minggu kemarin tampak lain. Desa yang terletak di pesisir sungai Brantas, Madiun Utara yang biasanya lengang, Minggu (11/12) kemarin menjadi lautan manusia berbaju hitam. Tepat di Gang Doho, tempat kediaman almarhum H Soewarno, berdiri panggung berukuran 4x8 meter sebagai tempat dipusatkannya seremonial Suran Agung itu.
H Soewarno adalah sesepuh Persaudaraan  Pencak Silat Setia Hati Tunas Muda Winongo. Sepeninggalnya, kedudukan sesepuh digantikan oleh H Agus Wiyono Santosa. Mereka adalah keturunan langsung dari Ki Ngabehi Soerodiwirjo, yang pada tahun 1903 mendirikan perguruan pencak silat itu.
Seperti tahun sebelumnya, H Agus Wiyono Santosa sebagai ketua, tetap “manguri-uri budayan” (melestarikan atau menjunjungtinggi budaya), dengan setiap hari ke-10 bulan Jawa Suro menggelar prosesi Suran Agung.
Agus, usai prosesi Suran Agung, menceritakan khusus kepada Surabaya Post, bahwa pada zaman dahulu, prosesi dilangsungkan sebagai akhir dari kegiatan penggemblengan tunas muda. Dan pada saat berlangsungnya acara, kesaktian anggota baru dipamerkan di depan para pendekar-pendekar silat.
“Namun, sekarang, hal ini tidak dilakukan. Cukup dengan mementaskan kekompakan tunas baru. Seperti acara hari ini, sebanyak lima anggota baru dari Cabang Palembang didapuk untuk menunjukkan kekompakan dan kemampuannya memperagakan jurus silat,” ujar Agus Wiyono Santosa.
"Karena zamannya sudah beda. Sekarang ini lebih menonjolkan sebagai sarana olahraga, mempererat persaudaraan, dan manguri-uri budoyo ketimbang menunjukkan fungsi pertarungannya," kata Agus yang dalam prosesi Suran Agung kemarin juga naik panggung memperagakan jurus bernama Pasangan Lengkap.
Sekadar diketahui, bahwa persaudaraan pencak silat ini pada tahun 1903 didirikan sebagai alat bantu para pejuang melawan penjajah Belanda. Sedangkan Ki Ngabehi Soerodiwirjo adalah priyayi yang aktif berjuang melawan penjajahan.
Menurut Agus, perlawanan terhadap penjajahan bangsa masih diteruskan hingga saat ini. Tapi penjajahan yang diperangi itu berbeda dengan zaman kakek buyutnya. Saat ini bangsa ini tengah dijajah oleh  sifat egoisme, individualistis. Semua itu mengancam keberlangsungan hidup manusia yang secara kodrati yang harus bersatu, tolong menolong satu sama lainnya. "Inilah yang menjadi musuh bersama atau common enemy yang diperangi saat ini," katanya.
Jadi dalam prosesi suran agung kemarin, tunas muda senantiasaa harus menjaga kesatuan, persaudaraan, dan keutuhan bangsa dan negara menjadi seruan utama. Agus pun mengancam tunas mudanya, jika dalam perjalanan pulang acara mereka membuat keonaran, maka akan diberi hukuman berat.
Memang pada tahun-tahun sebelumnya, setiap usai acara berlangsung dipastikan ada tawur masal. Ini menjadikan kekhawatiran banyak pihak. Sampai-sampai Polda Jatim dipimpin langsung Wakapolda Brigjen Pol. Eddi Sumantri, menurunkan 3.500 personilnya. Belum lagi dibantu 1500 personil TNI. Kendati masyarakat Madiun sebagian besar masih takut keluar rumah.
Tidak cukup hanya menurunkan ribuan pasukannya, mulai Brimob, Sabhara, Intelgen. Namun, polda juga masih menurunkan tim intai udara, yang menggunakan helikopter jenis Puma untuk menjaga keamanan kota Madiun yang kemarin dibanjiri 27 ribu pendekar sakti dari Setia Hati Winongo.
"Saya menjamin sekarang tidak ada tawuran," kata Agus. Ternyata benar, usai acara pengukuhan anggota baru di lapangan Winongo, mereka bubar dan melakukan arak-arakan. Meskipun nyaris terjadi baku hantam dengan aparat di peremparan jalan Jendral Sudirman, karena rombongan dari arah pahlawan ingin berbelok ke jalan itu. Tapi diarahkan ke Jalan  HOS Cokroaminoto.
Tapi mereka bisa dikendalikan, dan arak-arakan berlangsung aman, bahkan mereka menjadi tontonan menarik. Oleh karena dalam arak-arakan kemarin mereka membentuk barisan yang indah, dan suara kenalpot menderu secara bergantian, seakan menciptakan irama harmonis.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar