KOTA MADIUN – Ketika mendengar istilah Setia Hati (SH), ingatan kolektif masyarakat awam di wilayah Madiun, lebih-lebih dari luar Madiun, langsung tertuju pada dua kubu yang selama ini terkesan bermusuhan, yaitu SH Terate dan SH Tunas Muda.
SH pun diidentikkan dengan kelompok massa yang menjadi sumber kekacauan di Madiun dengan kebiasaan tawuran. Penilaian ini membuat SH “asli” yang masih memegang teguh ajaran pendiri SH Ki Ngabehi Surodiwiryo, prihatin.
”SH tidak pernah mengajarkan permusuhan. SH justru mengajarkan bagaimana cara untuk keluar dari permasalahan hidup,” ujar pengasuh Persaudaraan Setia Hati Winongo, Kota Madiun, Koes Soebakir, Selasa (3/1).
Menurut Koes Soebakir, semua SH yang ada di Madiun itu sumbernya satu, ya SH di Jl Gajah Mada No 41 Kota Madiun, yang kemudian dikenal sebagai SH Panti itu. Panti itu merujuk pada rumah di yang dulunya adalah kediaman Ki Ngabehi Surodiwiryo atau Eyang Suro, pendiri ajaran SH. Jadi, bisa dikatakan SH yang asli itu ya SH Panti. Dan warga SH asli digembleng di tempat itu.
Sedangkan SH lainnya, seperti SH Terate, SH Tunas Muda, dan SH Organisasi, itu didirikan oleh mereka-mereka yang awalnya juga mengenyam ilmu SH di panti. Bisa juga disebut sebagai SH turunan. Tapi mereka para pendiri sama-sama berasal dari satu guru yang sama.
”Mereka (pendiri SH Terate, Tunas Muda, dan SH Organisasi, red) memilih memisahkan diri dan mendirikan SH sendiri. Mereka punya kepentingan apa, saya juga tidak tahu. Tapi, tetap saja semuanya bersumber dari satu guru,” tambah Koes Soebakir.
Soal beberapa kerusuhan yang melibatkan beberapa aliran SH pecahan dari panti itu, Koes menegaskan, itu sudah di luar tanggung jawab SH Panti. “Secara organisatoris SH Panti sudah sama sekali terpisah dari SH yang lain. Tapi, pada dasarnya, kami semua punya hubungan baik. Kami tidak pernah bermusuhan. SH memang tidak pernah mengajarkan bermusuhan,” tegas Koes Soebakir.(tofikpram)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar