Perjalanan wisata ke Kota Bukittinggi memang akan memberikan sesuatu yang beragam.
Iklimnya yang sejuk karena berada di dataran tinggi, sekitar 930
meter dari permukaan laut membuat anda akan merasa rileks di Kota ini.
Kota yang berjarak kurang lebih 90 Km dari pusat Kota Padang tersebut
ternyata banyak memiliki bangunan kuno bersejarah, yang merupakan
peninggalan dari masa penjajahan Belanda di Indonesia. Salah satunya
ialah Fort de Kock
Belanda saat menduduki Kota Bukittinggi. Nama Fort de Kock sendiri,
ternyata adalah nama lama dari Bukittinggi. Benteng ini dibangun pada
masa Perang Paderi, sekitar tahun 1825 oleh Kapt. Bauer. Bangunan kokoh
yang itu dibangun di atas Bukit Jirek, dan awalnya diberi nama
Sterrenschans. Lalu, tak lama namanya berubah menjadi Fort de Kock, oleh
Hendrik Merkus de Kock, yang merupakan salah satu tokoh militer
Belanda.
Usai membangun benteng tersebut, beberapa tahun kemudian di sekitar
benteng ini berkembang sebuah kota yang juga diberi nama Fort de Kock.
Dan kini berubah nama menjadi Bukittinggi.
Semasa pemerintahan Belanda, Bukittinggi dijadikan sebagai salah
satu pusat pemerintahan, kota ini disebut sebagai Gemetelyk Resort pada
tahun 1828. Sejak tahun 1825 pemerintah koloial Belanda telah
mendirikan sebuah benteng di kota ini sebagai tempat pertahanan, yang
hingga kini para wisatawan dapat melihat langsung benteng tersebut yaitu
Fort de Kock. Selain itu, kota ini tak hanya dijadikan sebagai pusat
pemerintahan dan tempat pertahanan bagi pemerintah kolonial Belanda,
namun juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan para opsir Belanda
yang berada di wilayah jajahannya.
Fort de Kock juga dibangun sebagai lambang bahwa Kolonial Belanda
telah berhasil menduduki daerah di Sumatera Barat. Benteng tersebut
merupakan tanda penjajahan dan perluasan kekuasaan Belanda terhadap
Bukittinggi, Agam, dan Pasaman. Belanda memang cerdik untuk menduduki
Sumatera Barat, mereka memanfaatkan konflik intern saat itu, yaitu
konflik yang terjadi antara kelompok adat dan kelompok agama. Bahkan
Belanda sendiri ikut membantu kelompok adat, guna menekan kelompok
agama selama Perang Paderi yang berlangsung 1821 hingga tahun 1837.
Belanda yang membantu kaum adat melahirkan sebuah kesepakatan bahwa
Belanda diperbolehkan membangun basis pertahan militer yang dibangun
Kaptain Bauer di puncak Bukit Jirek Hill, yang kemudian diberi nama Fort
de Kock.
Setelah membangun di Bukit Jirek, Pemerintah Kolonial Belanda pun
melanjutkan rencananyamengambil alih beberapa bukit lagi seperti Bukit
Sarang Gagak, Bukit Tambun Tulang, Bukit Cubadak Bungkuak, dan Bukit
Malambung. Di daerah tersebut juga dibangun gedung perkantoran, rumah
dinas pemerintah, kompleks pemakaman, pasar, sarana transportasi,
sekolah juga tempat rekreasi. Pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintahan Kolonial Belanda tersebut dalam istilah Minangkabau dikenal
dengan “tajua nagari ka Bulando” yang berarti Terjual negeri pada
Belanda. Di masa itu memang, Kolonial Belanda menguasai 75 persen
wilayah dari lima desa yang dijadikan pusat perdagangan.
Sejak direnovasi pada tahun 2002 lalu oleh pemerintah daerah, Fort de
Kock, kawasan benteng kini menjadi Taman Kota Bukittinggi (Bukittinggi
City Park) dan Taman Burung Tropis (Tropical Bird Park). Disini anda tak
hanya disajikan pemandangan alam, anda bersama kelaurag juga menemui
beberapa satwa burung yang menjadi koleksi di taman ini.
Setelah mengetahui banyak hal tentang catatan sejarah mengenai Fort
de Kock ada baiknya anda santai sejenak di kawasan Taman Margasatwa dan
Budaya Kinantan, yang lokasinya satu kompleks dengan benteng
peninggalan Belanda tersebut. Selain itu di kompleks Kebun Binatang
tersebut juga terdapat Museum Rumah Adat Baanjuang. Anda tak perlu
bingung saat memasuki kawasan itu, benteng terletak di bukit sebelah
kiri pintu masuk. Sedangkan kebun binatang dan museum berbentuk rumah
gadang tersebut berada di bukit sebelah kanan.
Keduanya dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang di bawahnya adalah
jalan raya kota Bukittinggi. Kawasan ini hanya terletak 1 km dari pusat
kota Bukit Tinggi yaitu kawasan Jam Gadang, tepatnya di terusan jalan
Tuanku nan Renceh.
Dari atas jembatan anda dapat menikmati pemandangan pegunungan dan
ngarai yang ada di sekitar kawasan tersebut seperti Ngarai Sianok,
Gunung Merapi, Gunung Singgalang, Gung Sago dan Gunung Tandikek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar