Eyang Suro

Eyang Suro
Muhamad Masdan lahir pada 1869 di daerah Gresik (Jawa Timur). Kelak kemudian putra tertua Ki Ngabehi Soeromihardjo ini dikenal dengan dengan nama Ki Ageng Hadji Ngabehi Soerodiwirdjo (Eyang Suro).

Senin, 19 Desember 2011

Jika Tawuran Menjadi Kebiasaan (Nglames 02 maret 2005)

Ratusan pendekar dengan pakaian hitam-hitam serta kain kuning di pinggang terus berteriak dan menggeber gas sepeda motor. Sebagian mereka menaiki puluhan truk berkonvoi di Madiun, Jawa Timur. Bendera kuning lambang perguruan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo pun terus dikibarkan.

Suasana kota Madiun jadi mencekam. Para pengguna jalan yang dilewati konvoi pendekar segera minggir. Warga sekitar langsung menutup pintu rumah. Tiba-tiba terdengar suara "serang!" beberapa kali. Tidak lebih dari sepuluh menit, kepala Supriyadi--penjaga kios fotokopi di Desa Nglames, Kabupaten Madiun--bocor. Genting dan kaca kios miliknya pun pecah.

Supriyadi hanyalah warga biasa, tapi dia harus dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soedono, Madiun, karena kepalanya bocor terkena lemparan batu. Waktu kejadian, dia berada di kiosnya yang berada persis di belakang tugu bergambar lambang perguruan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Teratai. Daerah tempat kios Supriyadi berdiri memang dikenal sebagai basis pendekar perguruan Teratai.

Sejak pagi hari, Minggu (27/2), ratusan orang sudah berjaga di belakang kios Supriyadi. Bagai mau perang, mereka sudah mempersiapkan senjata, dari pentungan, golok, hingga pedang. Meski ratusan warga tersebut tidak mengenakan seragam pencak silat, polisi memastikan mereka pendekar perguruan Teratai. "Winongo harus dihabisi. Hidup Teratai, hidup Teratai," teriak puluhan warga menjelang bentrokan.

Meski tidak mengenakan seragam, ratusan warga tersebut ternyata mengenakan tali warna merah di pergelangan tangan kanan, sebagai tanda pengenal siapa kawan siapa lawan.

Dua truk pasukan Brimob sudah berjaga sejak pukul 07.00. Ratusan aparat Polwil dan Polres Madiun pun siaga di tempat itu. Berkat kesigapan aparat, bentrokan pagi itu hanya berlangsung sekitar sepuluh menit. Arak-arakan massa perguruan Winongo kelihatannya sudah puas setelah melempari tugu bergambar lambang perguruan Teratai. Mereka meneruskan perjalanan untuk mengikuti acara Suran Agung, ritual tahunan yang diadakan di Padepokan Perguruan Winongo di Kelurahan Winongo, Manguharjo, Madiun.

Ternyata bentrokan pagi itu belum usai benar. Ribuan anggota perguruan Winongo meluruk basis perguruan Teratai di Desa Nglames sekitar pukul 14.00, setelah menghadiri Suran Agung. Meski polisi sudah menghalau mereka ke jalan lain, sekitar seribu pendekar Winongo lolos dari hadangan polisi.

Di Nglames, anggota perguruan Teratai yang siaga juga bertambah menjadi ribuan. Ketika paginya hanya berjaga di gang-gang, kini mereka berani menutup jalan yang akan dilewati anggota Winongo.

Ketika konvoi anggota Winongo tiba di wilayah Teratai, gas air mata dan ratusan kali tembakan dari aparat bak genderang perang. Ribuan pendekar itu seakan tidak takut peluru. Mereka terus saling lempar dan lempar. Akibatnya, 25 rumah rusak, tiga orang luka berat, 14 luka ringan, serta enam mobil dan tiga sepeda motor rusak.

Bentrokan antarwarga yang dipicu sentimen perguruan silat seperti itu sudah berulang kali terjadi di Madiun. Hampir setiap hari, ada puluhan pelajar SMA di kota ini yang diamankan petugas karena berkelahi dengan alasan perbedaan perguruan.

Upaya mendamaikan dua perguruan itu sering dilakukan polisi. Pertengahan tahun lalu, dua pemimpin perguruan silat sepakat menggunakan slogan "kami adalah satu". Slogan itu ternyata hanya kalimat yang dipajang di tiap perempatan jalan kota Madiun, sebab bentrokan masih sering terjadi.

Sebenarnya slogan persatuan tersebut tepat, karena kedua perguruan mengakui ajaran silat mereka bersumber dari satu aliran, yaitu Setia Hati atau SH yang didirikan oleh Ki Ngabehi Soerodiwiryo atau Ki Ageng Soerodiwiryo pada 1903 di Kelurahan Winongo, Madiun.

Ketua Umum Perguruan Setia Hati Teratai, Tarmadji Boedi Harsono, dan Ketua I Perguruan Setia Hati Tunas Muda Winingo, Agus Wiono Santoso, pun menyatakan, kedua perguruan silat itu tak ada masalah. "Pada dasarnya SH adalah satu. Jika ada Winongo dan Teratai, itu hanyalah simbol dan di antara kami tidak ada masalah," kata Agus.

Kenapa di akar rumput, anggota dua perguruan tersebut masih sering bentrok? Belum ada jawaban pasti atas masalah itu. Namun, Tarmadji sempat mengatakan, "Gas petroleum, wong bringas yo wong Madiun. Madiun dari dulu kota gelutan (kelahi). Meski tidak ada SH, dari dulu Madiun sudah terkenal ahli gelutan." rohman taufiq 
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=AwoPX1lQVgFQ

1 komentar: